Mochtar Lubis menggambarkan sosok manusia Indonesia
berdasarkan realitas sosial yang dilihatnya di masyarakat. Menurutnya,
ciri-ciri manusia Indonesia adalah: pertama,
hipokritis atau munafik. Berpura-pura, lain di muka, lain di belakang,
merupakan suatu ciri manusia Indonesia sejak lam, sejak mereka dipaksa oleh
kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakan
atau dipikirkannya ataupun sebenarnya yang dikehendakinya, karena takut akan
mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. Sistem feodal ini di masa
lampau begitu menekan atau menindas inisiatif rakyat, adalah sumber dari
hipokrisi tersebut.
Kedua, segan atau
enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, tetapi jika ada sesuatu yang sukses
maka, manusia Indonesia tidak sungkan-sungkan untuk tampil ke depan
menerima bintang, tepuk tangan, surat
pujian, piagam penghargaan dan sebagainya. Ketiga,
memiliki jiwa feodal yang tinggi, ABS (Asal bapak Suka). Keempat, percaya takhayul. Kelima,
berkarakter lemah. Keenam, bukan economic animals, sehingga cenderung boros, tidak suka bekerja
keras (budaya instan). Ketujuh, cepat
cemburu dan dengki pada orang yang dilihatnya lebih maju (jealous).
Disamping ciri-ciri negatif, manusia Indonesia mempunyai
ciri-ciri yang positif. Pertama,
memiliki rasa artistik yang tinggi sehingga mampu mengembangkan berbagai hasil
kerajinan dan kesenian yang tinggi, Kedua,
suka tolong menolong dan
bergotong-royong. Ketiga, berhati lembut dan suka damai, memiliki
kesabaran hati, memiliki rasa humor yang tinggi. Keempat, adanya ikatan kekeluargaan yang mesra dan memiliki
kecerdasan yang cukup baik, terutama yang menyangkut keterampilan.
Berdasarkan gambaran manusia Indonesia yang memiliki ciri
positif dan negatif tersebut, lalu bagaimana gambaran manusia Indonesia yang
ideal? Dalam mayarakat Indonesia kontemporer, khususnya sejak orde baru
berkuasa, manusia ideal Indonesia yang sering dikemukakan adalah manusia
Pancasila, yaitu manusia Indonesia yang menghayati dan membuat dasar dan
pedoman hidupnya, dasar tingkah laku budi pekertinya berdasarkan kepada kelima
sila Pancasila; Ketuhanan, Kemanusiaan, Keadilan, Kerakyatan, dan Persatuan
Nasional. Namun menurut Mochtar Lubis, gabaran manusia Pancasila itu bisa
tercapai jika tercipta kondisi masyarakat yang dapat mendewasakan diri dan
melepaskan dirinya dari kungkungan masyarakat semi atau neofeodalis lanjutan
masyarakat feodalis zaman dahulu.
Menurut Driyarkara, manusia Pancasila adalah manusia yang
diakui sebagai subyek atau otonom. Manusia merupaka satu kesatuan jiwa raga,
maka hanya pada manusia pula terdapat totalitas. Manusia menyadari akan adanya
dua momen dalam dirinya, yaitu jiwa dan badan, yang merupak suatu totalitas. Justru
kesadaran itulah yang membuat manusia dapat merefleksi bahwa berkat badan,
manusia adalah bagian dari alam semesta, tetapi berkat jiwa rohaninya ia
melampauinya. Jiwa rohani itu membedakan manusia sebagai suatu totelitas dengan
segala sesuatu lainnya dalam alam semsta ini. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa jiwa rohani itu merupakan kekhusussan manusia dan menempatkannya sebagai
pribadi.
Pemerintah Orde Baru merumuskan manusia Pancasila dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai manusia seutuhnya. Meskipun
kosep manusia yang seutuhnya tersebut abstrak, namun perumusan konsep tersebut
penting sebagai identitas manusia Indonesia ntuk membentuk dirinya. Manusia yang
beridentitas dan identitas manusia menjadi idaman, bahkan mitos yang mendukung
upaya manusia modern dalam mencari makna hidup mereka. Identitas menjadi utopia
untuk sebagai kaum humanis. Abraham maslow menyatakan kebutuhan manusia akan
identitas ini sebagai metamotif yang mendorong manusia untuk mengaktualisasikan
potensi-potensi dirinya semaksimal mungkin.
Arief Budiman menyatakan bahwa manusia Indonesia seutuhnya
merupakan konsep sosioligi, dalam arti untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya itu, usaha harus ditujukan kepadapencarian sistem sosial yang dapat
mengembangkan potensi yang unik dari tiap-tiap individu. Sitem kapitalisme
bukan merupakan sistem sosial yang baik untuk mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya sesuai dengan GBHN. Nampaknya sosialisme merupakan sistem alternatif
untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Sumber:
Forum Mangun Wijaya. 2015. Humanisme Y.B. Mangun Wijaya. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal:
25-28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar