Rabu, 24 Februari 2016

Konsep Manusia Indonesia Kontemporer



Mochtar Lubis menggambarkan sosok manusia Indonesia berdasarkan realitas sosial yang dilihatnya di masyarakat. Menurutnya, ciri-ciri manusia Indonesia adalah: pertama, hipokritis atau munafik. Berpura-pura, lain di muka, lain di belakang, merupakan suatu ciri manusia Indonesia sejak lam, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakan atau dipikirkannya ataupun sebenarnya yang dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. Sistem feodal ini di masa lampau begitu menekan atau menindas inisiatif rakyat, adalah sumber dari hipokrisi tersebut.
Kedua, segan atau enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, tetapi jika ada sesuatu yang sukses maka, manusia Indonesia tidak sungkan-sungkan untuk tampil ke depan menerima  bintang, tepuk tangan, surat pujian, piagam penghargaan dan sebagainya. Ketiga, memiliki jiwa feodal yang tinggi, ABS (Asal bapak Suka). Keempat, percaya takhayul. Kelima,  berkarakter lemah. Keenam, bukan economic animals, sehingga cenderung boros, tidak suka bekerja keras (budaya instan). Ketujuh, cepat cemburu dan dengki pada orang yang dilihatnya lebih maju (jealous).
Disamping ciri-ciri negatif, manusia Indonesia mempunyai ciri-ciri yang positif. Pertama, memiliki rasa artistik yang tinggi sehingga mampu mengembangkan berbagai hasil kerajinan dan kesenian yang tinggi, Kedua,  suka tolong menolong dan bergotong-royong. Ketiga,  berhati lembut dan suka damai, memiliki kesabaran hati, memiliki rasa humor yang tinggi. Keempat, adanya ikatan kekeluargaan yang mesra dan memiliki kecerdasan yang cukup baik, terutama yang menyangkut keterampilan.
Berdasarkan gambaran manusia Indonesia yang memiliki ciri positif dan negatif tersebut, lalu bagaimana gambaran manusia Indonesia yang ideal? Dalam mayarakat Indonesia kontemporer, khususnya sejak orde baru berkuasa, manusia ideal Indonesia yang sering dikemukakan adalah manusia Pancasila, yaitu manusia Indonesia yang menghayati dan membuat dasar dan pedoman hidupnya, dasar tingkah laku budi pekertinya berdasarkan kepada kelima sila Pancasila; Ketuhanan, Kemanusiaan, Keadilan, Kerakyatan, dan Persatuan Nasional. Namun menurut Mochtar Lubis, gabaran manusia Pancasila itu bisa tercapai jika tercipta kondisi masyarakat yang dapat mendewasakan diri dan melepaskan dirinya dari kungkungan masyarakat semi atau neofeodalis lanjutan masyarakat feodalis zaman dahulu.
Menurut Driyarkara, manusia Pancasila adalah manusia yang diakui sebagai subyek atau otonom. Manusia merupaka satu kesatuan jiwa raga, maka hanya pada manusia pula terdapat totalitas. Manusia menyadari akan adanya dua momen dalam dirinya, yaitu jiwa dan badan, yang merupak suatu totalitas. Justru kesadaran itulah yang membuat manusia dapat merefleksi bahwa berkat badan, manusia adalah bagian dari alam semesta, tetapi berkat jiwa rohaninya ia melampauinya. Jiwa rohani itu membedakan manusia sebagai suatu totelitas dengan segala sesuatu lainnya dalam alam semsta ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jiwa rohani itu merupakan kekhusussan manusia dan menempatkannya sebagai pribadi.
Pemerintah Orde Baru merumuskan manusia Pancasila dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai manusia seutuhnya. Meskipun kosep manusia yang seutuhnya tersebut abstrak, namun perumusan konsep tersebut penting sebagai identitas manusia Indonesia ntuk membentuk dirinya. Manusia yang beridentitas dan identitas manusia menjadi idaman, bahkan mitos yang mendukung upaya manusia modern dalam mencari makna hidup mereka. Identitas menjadi utopia untuk sebagai kaum humanis. Abraham maslow menyatakan kebutuhan manusia akan identitas ini sebagai metamotif yang mendorong manusia untuk mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya semaksimal mungkin.
Arief Budiman menyatakan bahwa manusia Indonesia seutuhnya merupakan konsep sosioligi, dalam arti untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya itu, usaha harus ditujukan kepadapencarian sistem sosial yang dapat mengembangkan potensi yang unik dari tiap-tiap individu. Sitem kapitalisme bukan merupakan sistem sosial yang baik untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan GBHN. Nampaknya sosialisme merupakan sistem alternatif untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Sumber:
Forum Mangun Wijaya. 2015. Humanisme Y.B. Mangun Wijaya. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal: 25-28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar